Enaknya flight
malam itu memang, pagi sampe sorenya masih bisa main-main dulu. Kami dijemput
jam 9, bawa carrier dan bawaan
lainnya, Mbak Fina udah berangkat ke kantor. Setelah drop-in carrier di rumahnya Mas Hasnim, kami
berangkat jalan di hari terakhir, literary,
yes, jalan kaki haha.
Kami jalan kaki dari rumahnya Mas Hasnim, gue sama
Fanny nggak tau kami mau jalan ke mana, ngikut aja di belakang. Dari rumahnya
Mas Hasnim kami jalan ke arah jalan yang kami lewati waktu sampai di
Bukittinggi. Lumayan jauh, tapi nggak sampai 2 kilo. Masuk Jalan Panorama, di
depan Taman Panorama, nongol seekor monyet haha. Terus kami belok ke pintu
masuk Taman Panorama. Bayar tiket Rp3.000 , terus masuk deh. Ketemu tangga,
langsung ngeluh haha.
pintu masuk ke lubang |
Kami masuk ke Lobang Jepang, bayar tiket lagi. Gue
lupa berapa harganya kalo nggak salah Rp5.000 deh. Masuk terowongannya turun
tangga banyak banget, kalo kata Mbak Fina tadi pagi sih, yang capek nanti
naiknya. Iya memang, anak tangganya banyak banget, ditambah pula kaki masih
sengklek haha. Di dalam terowongan kami muter-muter, lewatin banyak ruangan,
pintu pelarian, pintu penyerangan, ruangan amunisi, dan sebagainya. Dinding
terowongannya sudah diplester dan lantainya juga berpaving blok.
deket Barak Militer |
Gue sama Fanny jalan berdua di depan, belok ke
salah satu jalan tembus. Tiba-tiba di belakang pada grasak-grusuk, pas kami nengok, mereka bertiga pada hilang. Heuh, pasti
idenya Borok sembunyi-sembunyi macam begitu. Setelah ngilang beberapa menit,
kami ketemu mereka lagi. Kami jalan ke pintu keluar, tapi ternyata pintunya
ditutup, balik lagi ke arah pintu kami datang tadi. Kami lewatin salah satu
terowongan yang masih asli, dinding dan lantainya masih tanah nggak rata. Kami
naik tangga yang tadi lagi, capek dan menyakitkan haha.
tangga masuk lubang |
Keluar dari terowongan kami istirahat, duduk-duduk
di ampiteater nya Taman Panorama. Dari tempat duduk ampiteaternya, Ngarai
Sianok kelihatan. Setelah napas normal kembali, kami lanjut jalan lagi. Dari
situ, kami mau makan sesuatu yang direkomendasikan temannya Beny dan kebetulan
adanya di deket situ. Keluar dari Taman Panorama, jalan sedikit, kami lihat
plang ‘Pical Sikai’ di depan gang dekat Taman Panorama. Kami masuklah ke dalam
gang, warungnya nggak jauh dari jalan raya.
Kami langsung pesan 5 pical dan Fanny pesan 1
lemang. Picalnya enyaak, lumayan banyak juga isinya, ada lontong, jantung
pisang, rebung, daun singkong, kripik singkong juga, sama krupuk merah. Gue
paling suka jantung pisangnya, nyam! Habis makan pical, Fanny nodong gue minta
bantu abisin lemang, siap haha.
Selesai makan dan perut gue tertawa puas, kami
lanjut ke tujuan berikutnya. Dari depan gang tempat makan pical kami naik
angkot sampai di perempatan menuju Ngarai Sianok. Sebenernya kami salah naik
angkot, seharusnya naik angkot yang ke bawah, kami malah naik yang lurus ke
arah Jam Gadang haha. Dari perempatan itu kami jalan kaki, lewatin jalan waktu
ke Puncak Lawang kemarin, yang di sebelah kirinya gua-gua buatan Jepang.
Kami sampai di jalan masuk ke Ngarai Sianok. Ada
tugu warna merah yang sepertinya baru diresmikan. Masuk ke dalam, lewat jalan
berpaving blok yang kelihatannya masih baru banget. Jalan awalnya menurun
curam, langsung pada ramai lagi nanti naiknya capek, macam orang tua semua haha.
Di lokasi objek wisata ini nggak ada pungutan biaya resmi, tapi di tengah jalan
menuju jembatan gantung ada kotak kardus bertuliskan ‘isi seikhlasnya untuk
kebersihan’.
Jalannya mengarah ke jembatan gantung. Di samping
jembatan Beny sempet mau turun ke sungai, tapi ternyata nggak ada jalan. Kami
nyebrang jembatan gantungnya, dan udah jelas pasti Borok nggak mungkin nggak
heboh pas dia naik jembatan. Arah kiri jembatan masuk ke Great Wall of Koto
Gadang-nya, tapi naik tangga. Sehubungan dengan sudah malasnya kami semua
ketemu tangga, kami ke kanan.
di atas jembatan gantung |
Ke kanan ini ada jalan turun ke sungainya. Dan
ternyata jalan turun yang tadi mau diambil Beny di seberang tadi tinggi banget.
Kami turun ke sungai lewat jalan setapak. Jalannya ya kayak biasalah, tanah,
agak berundak. Kami turun ke sungai, gue berasa lagi syuting iklan Djarum Super
lagi setelah kemarin naik jeep dari
Ranu Pane haha. Kami foto-foto di situ sebentar, Borok godain anak-anak SMP
yang lagi main di situ. Beres syuting kami naik lagi. Gue selalu pengen ketawa
kalo ingat pas kami naik lagi lewat jalan setapak itu. Ada dua kejadian yang ih
banget gegara Borok.
syuting~ haha |
Kelakuannya Borok yang pertama. Awalnya Fanny jalan
di belakang Borok, gue di belakang Fanny. Tetiba Fanny nyuruh gue duluan, ‘Lu
duluan aja Nu, gue nggak mau di belakang Borok.’ Yaudah gue maju kan tuh. Pas
banget gue melangkah, Borok kentut, dan tepat di depan gue, dan bau bangeeeet
-___- Gue ngakak sambil ngomel-ngomel haha.
syuting juga~ |
Nah, yang kedua pas di jalan berundak itu, Borok
berulah lagi. Dia jalan naik kayak bocah yang lagi main di taman bermain TK
nya. Pertama dia ancang-ancang, setengah kuda-kuda sambil mengayun-ayunkan
tangannya, persis kayak anak kecil mau lompat. Gue ngakak lagi. Terus dia
lompat ke atas masih pake gaya bocah lagi main dan tampangnya yang sok imut
kayak anak kecil, tapi mukanya kan nggak ada lucu-lucunya. Habislah pada ngakak
semua.
Kami balik ke jembatan gantung lagi, Borok heboh
lagi. Kami sempet mampir di salah satu warung, beli minum, duduk sebentar
sambil diskusi rute selanjutnya sekalian balik ke Padang, soalnya sudah hampir
setengah 1 siang, padahal rencananya jam 10 mau berangkat ke Padang haha. Kami
lanjut jalan naik yang tadi dihebohkan pulangnya gimana. Di depan tugu warna
merah itu, niat awalnya nungguin angkot lewat karena udah capek, tapi nggak
sampe 10 menit udah pada jalan kaki balik ke atas, nggak sabar nunggu angkot
yang lama.
tugu the Great Wall of Koto Gadang |
Dari sana kami lanjut ke pasar atas di sekitar Jam
Gadang, naik angkot satu kali, terus jalan kaki ke pasar. Salah satu yang unik
dari Kota Bukittinggi buat gue adalah, di tengah kota gitu terdengar
suara-suara burung, kayak di Kebun Raya gitu. Bedanya ya ini di tengah kota, di
antara jalan raya dan keramaian manusia.
Di pasar Beny belanja baju buat oleh-oleh tim Bogor.
Habis belanja kami muterin pasar atas. Gue sama Fanny sempet beli es krim,
ngidam semenjak turun gunung juga haha, Beny juga jajan es tebu. Sambil makan
es krim kami jalan ke belahan pasar yang lain, mau apa coba? Mau makan! Belum
ada 3 jam yang lalu makan pical sikai – ditambah lemang juga, sekarang kami
makan nasi kapau. Semua beli nasinya satu kecuali Borok – beli setengah. Gue
seneng banget, salah satu post-mountaineering
syndrome gue – yaitu pengen makan mulu, dipenuhi terus haha.
Selesai makan kami balik ke rumah Mas Hasnim naik
angkot. Sampai di rumah Mas Hasnim sekitar jam setengah 3, Mas Hasnimnya masih
di kantor, tapi kantornya cuma di belokan depan gang doang. Mobil travel sudah
dipesan, barang bawaan sudah siap. Mas Hasnim sama Mbak Fina nyamperin kami di
rumah Mas Hasnim. Setengah jam kemudian mobil travelnya datang. Kami angkutin
barang ke mobil terus pamitan sama Mbak Fina dan Mas Hasnim. Ah kece bangetlah
pokoknya mereka berdua, kami dimanjain banget selama di Bukittinggi.
Akhirnya kami berangkat meninggalkan Bukittinggi
sekitar jam 3 sore, naik travel lagi, ongkosnya sekitar Rp30.000/orang.
Perjalanan Bukittinggi-Padang sekitar 2 jam. Borok duduk di depan, tidur; Beny,
gue, sama Fanny di tengah; Mas Itong di belakang sama carrier, tidur juga. Gue
sempet tidur juga, tapi Alhamdulillah dikasih lihat Lembah Anai hehe. Pas lewat
situ gue lagi bangun, lihat air terjun pinggir jalan raya juga, apa tuh
namanya? Gue lupa hehe.
Sampai di Padang sekitar jam 5, kami atur-atur rute
dulu. Tadinya Mas Itong mau drop-in carrier-nya
di kosan, tapi ternyata nggak ada orang dan kuncinya Mas Itong juga nggak ada.
Akhirnya kami langsung ke pantai buat lihat sunset terakhir sebelum pulang ke
Jawa. Sekitar jam setengah 6 kami sudah di pinggir Pantai Padang, terlalu cepat
sih sebenernya, sunsetnya kan jam setengah 7 kurang. Sambil nunggu kami minum
kelapa muda.
Selagi nunggu matahari terbenam, Mama sempet
telepon gue terus bilang kalau si Bapak mau durian, gue langsung menolak
mentah-mentah, “Ya ampun, Mah ini orang-orang juga pada makan durian terus dari
kemarin.” Apa-apakah, lihat mereka kemarin saja sudah enek, disuruh bawa pulang
pula.
Sunset datang, kami berempat kecuali Mas Itong
foto-foto di ujung apa sih namanya ya, anjungan mungkin. Foto ombak yang mulai
pasang dengan background sunset. Sayangnya di anjungannya itu agak ramai, jadi
kurang khidmat lihat sunset-nya haha.
staring at the sunset :) |
Selesai menatap sunset, kami segera
menuju tempat berikutnya, tempat oleh-oleh hehe. Kami ke tempat keripik Balado
Christine Hakim di Jalan Nipah. Gue berusaha untuk tidak kalap dengan beli
sesuai jatah yang sudah gue tentukan haha.
sunset Pantai Padang |
Jam setengah 8 kami akhirnya berangkat menuju
Bandara Internasional Minangkabau. Ongkos tambahan sebesar Rp130.000 karena
sampai bandara dan ke beberapa tempat tambahan. Sampai di bandara jam 8 lewat.
Setelah pamit sama Kerinci, pamit sama homestay Kresik Tuo, pamit sama Mbak
Fina dan Mas Hasnim, akhirnya kami pamit juga sama superguide kami, Mas Itong. Dari dijemput di bandara sampe diantar
ke bandara lagi, superguide banget
kan.
Setelah dadah-dadah sama Mas Itong, kami cek in,
agak ngantri. Timbang bagasi, Beny 9.3 kg, punya gue 10 kg, Borok 14.1 kg,
Fanny 13.0 kg, nah sekarang ketauan siapa yang bawa tenda haha, kardus-kardus
kami masuk bagasi juga. Carrier gue memang berkurang beratnya, tapi kalo
dijumlah sama kardus tetep aja lebih berat pulang, kayak waktu di Lombok dulu
haha. Jadwal boarding jam 21:05,
jadwal berangkat jam 21:35. Di pulau seberang sana, Rendy, Shandra, sama Muba sudah
siap menjemput kami di Soetta.
lihat troli kami :D |
Sekitar jam 21:35 kami baru masuk, itupun nggak
pake panggilan, penumpang pesawat kami udah pada baris di depan pintu boarding dari jam 9. Masuk ke garbarata,
masih ngantri juga, jam setengah 10 lewat banyak baru di dalam pesawat. Begitu sampai di seat kami, gue sama Fanny rebutan duduk
di pojok. Bukan masalah pojoknya, tapi masalah duduk di sebelah Boroknya haha.
Beny duduk di seat depan kami
sendiri, tiga sisanya di belakang Beny. Untungnya pas masuk lorong pesawat gue
emang jalan di depan Fanny, jadi Fanny dengan sukses flight pergi-pulang duduk sebelah Borok haha.
Kami baru take
off tepat jam 22:00 di jam tangan gue. Usaha tidur selama di
perjalanan kurang berhasil, nggak sepules waktu berangkat. Kami landing di
Soetta jam 23:20. Parkirnya lamaaa sekali, pesawat baru berhenti jam 23:40,
macam parkiran di kampus aja susah dapet parkir. Kami turun dari pesawat,
diantar naik bis lagi. Pas nyampe tempat ngambil bagasi, Borok udah duduk
ngantuk di atas troli. Barang-barang sudah lengkap, kami keluar.
Ketemu Rendy, Suay, sama Muba, ngobrol-ngobrol
heboh, terus masukin bawaan ke mobil. Kami cabut dari bandara lewat dari jam
12. Setelah sarapan bubur dan nasi goreng di daerah Tebet, kami pulang ke Bogor.
Tepat satu minggu setelah kami berangkat ke Damri,
jam 2:20 kami sampai di rumah Beny. Perjalanan Kerinci dan Sumatera Barat
selesai. Perjalanan tiga puncak gunung api tertinggi Indonesia gue selesai. Tapi...
Bukan berarti gue gantung carrier ya, karena gue nggak punya carrier untuk
digantung! :)
No comments:
Post a Comment