Thursday 28 March 2013

Day 7 – Kamis, 7 Maret 2013

Enaknya flight malam itu memang, pagi sampe sorenya masih bisa main-main dulu. Kami dijemput jam 9, bawa carrier dan bawaan lainnya, Mbak Fina udah berangkat ke kantor. Setelah drop-in carrier di rumahnya Mas Hasnim, kami berangkat jalan di hari terakhir, literary, yes, jalan kaki haha.
Kami jalan kaki dari rumahnya Mas Hasnim, gue sama Fanny nggak tau kami mau jalan ke mana, ngikut aja di belakang. Dari rumahnya Mas Hasnim kami jalan ke arah jalan yang kami lewati waktu sampai di Bukittinggi. Lumayan jauh, tapi nggak sampai 2 kilo. Masuk Jalan Panorama, di depan Taman Panorama, nongol seekor monyet haha. Terus kami belok ke pintu masuk Taman Panorama. Bayar tiket Rp3.000 , terus masuk deh. Ketemu tangga, langsung ngeluh haha.
pintu masuk ke lubang
Kami masuk ke Lobang Jepang, bayar tiket lagi. Gue lupa berapa harganya kalo nggak salah Rp5.000 deh. Masuk terowongannya turun tangga banyak banget, kalo kata Mbak Fina tadi pagi sih, yang capek nanti naiknya. Iya memang, anak tangganya banyak banget, ditambah pula kaki masih sengklek haha. Di dalam terowongan kami muter-muter, lewatin banyak ruangan, pintu pelarian, pintu penyerangan, ruangan amunisi, dan sebagainya. Dinding terowongannya sudah diplester dan lantainya juga berpaving blok.
deket Barak Militer
Gue sama Fanny jalan berdua di depan, belok ke salah satu jalan tembus. Tiba-tiba di belakang pada grasak-grusuk, pas kami nengok, mereka bertiga pada hilang. Heuh, pasti idenya Borok sembunyi-sembunyi macam begitu. Setelah ngilang beberapa menit, kami ketemu mereka lagi. Kami jalan ke pintu keluar, tapi ternyata pintunya ditutup, balik lagi ke arah pintu kami datang tadi. Kami lewatin salah satu terowongan yang masih asli, dinding dan lantainya masih tanah nggak rata. Kami naik tangga yang tadi lagi, capek dan menyakitkan haha.
tangga masuk lubang
Keluar dari terowongan kami istirahat, duduk-duduk di ampiteater nya Taman Panorama. Dari tempat duduk ampiteaternya, Ngarai Sianok kelihatan. Setelah napas normal kembali, kami lanjut jalan lagi. Dari situ, kami mau makan sesuatu yang direkomendasikan temannya Beny dan kebetulan adanya di deket situ. Keluar dari Taman Panorama, jalan sedikit, kami lihat plang ‘Pical Sikai’ di depan gang dekat Taman Panorama. Kami masuklah ke dalam gang, warungnya nggak jauh dari jalan raya.
Kami langsung pesan 5 pical dan Fanny pesan 1 lemang. Picalnya enyaak, lumayan banyak juga isinya, ada lontong, jantung pisang, rebung, daun singkong, kripik singkong juga, sama krupuk merah. Gue paling suka jantung pisangnya, nyam! Habis makan pical, Fanny nodong gue minta bantu abisin lemang, siap haha.
Selesai makan dan perut gue tertawa puas, kami lanjut ke tujuan berikutnya. Dari depan gang tempat makan pical kami naik angkot sampai di perempatan menuju Ngarai Sianok. Sebenernya kami salah naik angkot, seharusnya naik angkot yang ke bawah, kami malah naik yang lurus ke arah Jam Gadang haha. Dari perempatan itu kami jalan kaki, lewatin jalan waktu ke Puncak Lawang kemarin, yang di sebelah kirinya gua-gua buatan Jepang.
Kami sampai di jalan masuk ke Ngarai Sianok. Ada tugu warna merah yang sepertinya baru diresmikan. Masuk ke dalam, lewat jalan berpaving blok yang kelihatannya masih baru banget. Jalan awalnya menurun curam, langsung pada ramai lagi nanti naiknya capek, macam orang tua semua haha. Di lokasi objek wisata ini nggak ada pungutan biaya resmi, tapi di tengah jalan menuju jembatan gantung ada kotak kardus bertuliskan ‘isi seikhlasnya untuk kebersihan’.
Jalannya mengarah ke jembatan gantung. Di samping jembatan Beny sempet mau turun ke sungai, tapi ternyata nggak ada jalan. Kami nyebrang jembatan gantungnya, dan udah jelas pasti Borok nggak mungkin nggak heboh pas dia naik jembatan. Arah kiri jembatan masuk ke Great Wall of Koto Gadang-nya, tapi naik tangga. Sehubungan dengan sudah malasnya kami semua ketemu tangga, kami ke kanan.
di atas jembatan gantung
Ke kanan ini ada jalan turun ke sungainya. Dan ternyata jalan turun yang tadi mau diambil Beny di seberang tadi tinggi banget. Kami turun ke sungai lewat jalan setapak. Jalannya ya kayak biasalah, tanah, agak berundak. Kami turun ke sungai, gue berasa lagi syuting iklan Djarum Super lagi setelah kemarin naik jeep dari Ranu Pane haha. Kami foto-foto di situ sebentar, Borok godain anak-anak SMP yang lagi main di situ. Beres syuting kami naik lagi. Gue selalu pengen ketawa kalo ingat pas kami naik lagi lewat jalan setapak itu. Ada dua kejadian yang ih banget gegara Borok.
syuting~ haha
Kelakuannya Borok yang pertama. Awalnya Fanny jalan di belakang Borok, gue di belakang Fanny. Tetiba Fanny nyuruh gue duluan, ‘Lu duluan aja Nu, gue nggak mau di belakang Borok.’ Yaudah gue maju kan tuh. Pas banget gue melangkah, Borok kentut, dan tepat di depan gue, dan bau bangeeeet -___- Gue ngakak sambil ngomel-ngomel haha.
syuting juga~
Nah, yang kedua pas di jalan berundak itu, Borok berulah lagi. Dia jalan naik kayak bocah yang lagi main di taman bermain TK nya. Pertama dia ancang-ancang, setengah kuda-kuda sambil mengayun-ayunkan tangannya, persis kayak anak kecil mau lompat. Gue ngakak lagi. Terus dia lompat ke atas masih pake gaya bocah lagi main dan tampangnya yang sok imut kayak anak kecil, tapi mukanya kan nggak ada lucu-lucunya. Habislah pada ngakak semua.
Kami balik ke jembatan gantung lagi, Borok heboh lagi. Kami sempet mampir di salah satu warung, beli minum, duduk sebentar sambil diskusi rute selanjutnya sekalian balik ke Padang, soalnya sudah hampir setengah 1 siang, padahal rencananya jam 10 mau berangkat ke Padang haha. Kami lanjut jalan naik yang tadi dihebohkan pulangnya gimana. Di depan tugu warna merah itu, niat awalnya nungguin angkot lewat karena udah capek, tapi nggak sampe 10 menit udah pada jalan kaki balik ke atas, nggak sabar nunggu angkot yang lama.
tugu the Great Wall of Koto Gadang
Dari sana kami lanjut ke pasar atas di sekitar Jam Gadang, naik angkot satu kali, terus jalan kaki ke pasar. Salah satu yang unik dari Kota Bukittinggi buat gue adalah, di tengah kota gitu terdengar suara-suara burung, kayak di Kebun Raya gitu. Bedanya ya ini di tengah kota, di antara jalan raya dan keramaian manusia.
Di pasar Beny belanja baju buat oleh-oleh tim Bogor. Habis belanja kami muterin pasar atas. Gue sama Fanny sempet beli es krim, ngidam semenjak turun gunung juga haha, Beny juga jajan es tebu. Sambil makan es krim kami jalan ke belahan pasar yang lain, mau apa coba? Mau makan! Belum ada 3 jam yang lalu makan pical sikai – ditambah lemang juga, sekarang kami makan nasi kapau. Semua beli nasinya satu kecuali Borok – beli setengah. Gue seneng banget, salah satu post-mountaineering syndrome gue – yaitu pengen makan mulu, dipenuhi terus haha.
Selesai makan kami balik ke rumah Mas Hasnim naik angkot. Sampai di rumah Mas Hasnim sekitar jam setengah 3, Mas Hasnimnya masih di kantor, tapi kantornya cuma di belokan depan gang doang. Mobil travel sudah dipesan, barang bawaan sudah siap. Mas Hasnim sama Mbak Fina nyamperin kami di rumah Mas Hasnim. Setengah jam kemudian mobil travelnya datang. Kami angkutin barang ke mobil terus pamitan sama Mbak Fina dan Mas Hasnim. Ah kece bangetlah pokoknya mereka berdua, kami dimanjain banget selama di Bukittinggi.
Akhirnya kami berangkat meninggalkan Bukittinggi sekitar jam 3 sore, naik travel lagi, ongkosnya sekitar Rp30.000/orang. Perjalanan Bukittinggi-Padang sekitar 2 jam. Borok duduk di depan, tidur; Beny, gue, sama Fanny di tengah; Mas Itong di belakang sama carrier, tidur juga. Gue sempet tidur juga, tapi Alhamdulillah dikasih lihat Lembah Anai hehe. Pas lewat situ gue lagi bangun, lihat air terjun pinggir jalan raya juga, apa tuh namanya? Gue lupa hehe.
Sampai di Padang sekitar jam 5, kami atur-atur rute dulu. Tadinya Mas Itong mau drop-in carrier-nya di kosan, tapi ternyata nggak ada orang dan kuncinya Mas Itong juga nggak ada. Akhirnya kami langsung ke pantai buat lihat sunset terakhir sebelum pulang ke Jawa. Sekitar jam setengah 6 kami sudah di pinggir Pantai Padang, terlalu cepat sih sebenernya, sunsetnya kan jam setengah 7 kurang. Sambil nunggu kami minum kelapa muda.
Selagi nunggu matahari terbenam, Mama sempet telepon gue terus bilang kalau si Bapak mau durian, gue langsung menolak mentah-mentah, “Ya ampun, Mah ini orang-orang juga pada makan durian terus dari kemarin.” Apa-apakah, lihat mereka kemarin saja sudah enek, disuruh bawa pulang pula.
Sunset datang, kami berempat kecuali Mas Itong foto-foto di ujung apa sih namanya ya, anjungan mungkin. Foto ombak yang mulai pasang dengan background sunset. Sayangnya di anjungannya itu agak ramai, jadi kurang khidmat lihat sunset-nya haha. 
staring at the sunset :)
Selesai menatap sunset, kami segera menuju tempat berikutnya, tempat oleh-oleh hehe. Kami ke tempat keripik Balado Christine Hakim di Jalan Nipah. Gue berusaha untuk tidak kalap dengan beli sesuai jatah yang sudah gue tentukan haha.
sunset Pantai Padang
Jam setengah 8 kami akhirnya berangkat menuju Bandara Internasional Minangkabau. Ongkos tambahan sebesar Rp130.000 karena sampai bandara dan ke beberapa tempat tambahan. Sampai di bandara jam 8 lewat. Setelah pamit sama Kerinci, pamit sama homestay Kresik Tuo, pamit sama Mbak Fina dan Mas Hasnim, akhirnya kami pamit juga sama superguide kami, Mas Itong. Dari dijemput di bandara sampe diantar ke bandara lagi, superguide banget kan.
Setelah dadah-dadah sama Mas Itong, kami cek in, agak ngantri. Timbang bagasi, Beny 9.3 kg, punya gue 10 kg, Borok 14.1 kg, Fanny 13.0 kg, nah sekarang ketauan siapa yang bawa tenda haha, kardus-kardus kami masuk bagasi juga. Carrier gue memang berkurang beratnya, tapi kalo dijumlah sama kardus tetep aja lebih berat pulang, kayak waktu di Lombok dulu haha. Jadwal boarding jam 21:05, jadwal berangkat jam 21:35. Di pulau seberang sana, Rendy, Shandra, sama Muba sudah siap menjemput kami di Soetta.
lihat troli kami :D
Sekitar jam 21:35 kami baru masuk, itupun nggak pake panggilan, penumpang pesawat kami udah pada baris di depan pintu boarding dari jam 9. Masuk ke garbarata, masih ngantri juga, jam setengah 10 lewat banyak baru di dalam pesawat. Begitu sampai di seat kami, gue sama Fanny rebutan duduk di pojok. Bukan masalah pojoknya, tapi masalah duduk di sebelah Boroknya haha. Beny duduk di seat depan kami sendiri, tiga sisanya di belakang Beny. Untungnya pas masuk lorong pesawat gue emang jalan di depan Fanny, jadi Fanny dengan sukses flight pergi-pulang duduk sebelah Borok haha.
Kami baru take off tepat jam 22:00 di jam tangan gue. Usaha tidur selama di perjalanan kurang berhasil, nggak sepules waktu berangkat. Kami landing di Soetta jam 23:20. Parkirnya lamaaa sekali, pesawat baru berhenti jam 23:40, macam parkiran di kampus aja susah dapet parkir. Kami turun dari pesawat, diantar naik bis lagi. Pas nyampe tempat ngambil bagasi, Borok udah duduk ngantuk di atas troli. Barang-barang sudah lengkap, kami keluar.
Ketemu Rendy, Suay, sama Muba, ngobrol-ngobrol heboh, terus masukin bawaan ke mobil. Kami cabut dari bandara lewat dari jam 12. Setelah sarapan bubur dan nasi goreng di daerah Tebet, kami pulang ke Bogor.
Tepat satu minggu setelah kami berangkat ke Damri, jam 2:20 kami sampai di rumah Beny. Perjalanan Kerinci dan Sumatera Barat selesai. Perjalanan tiga puncak gunung api tertinggi Indonesia gue selesai. Tapi... Bukan berarti gue gantung carrier ya, karena gue nggak punya carrier untuk digantung! :) 

No comments:

Post a Comment