Wednesday 12 September 2012

Day 7 – Minggu, 2 September 2012

Hari kepulangan kami ke Bogor meskipun perjalanannya melewati pergantian hari. Kami rencana berangkat jam 7 karena masih nggak tahu pasti berapa lama perjalanan dari Purwodadi ke Surabaya. Kalau gue lihat di GoogleMap di hp gue sih cukup deket.
Gue mandi terakhir lagi setelah Imam dan Resti. Gue mandi beneran loh! Pakai air yang ‘SEGAR’ sekali itu hahaha. Beres mandi, rapiin packing, rapi-rapi kasur, kamar, gelas, dan lain sebagainya. Jam setengah 7 kami sudah siap, lebih cepet dari rencana. Udah siap, kami langsung berangkat, tanpa nunggu jam 7. Feeling gue kami bakal kecepetan banget, soalnya seperti yang gue lihat di peta emang ngga terlalu jauh, tapi tetep aja belum tahu perjalanan ke sananya berapa lama. Jadi untuk mengantisipasi, kami berangkat sepagi mungkin, walaupun kepagian haha.
Kami ke pos satpam di depan gerbang kantor Kebun Raya, terus dianter nyebrang sama Bapak Satpamnya, masih pagi, masih sepi. Kami tanya Bapaknya ke Stasiun Surabaya Gubeng naik apa baiknya. Menurut Bapaknya, naik kereta bisa, naik bis juga bisa. Kalau naik bis harus sekali ganti bis, dari Purwodadi naik bis sampe Surabaya, terus nanti naik bis lagi ke Gubeng.
Nggak sampai 5 menit di pinggir jalan, Bapak Satpam memberhentikan seekor bis, kami langsung disuruh naik, busnya lumayan bagus. Kami ngucapin terima kasih sama bapaknya. Naik ke bis, taruh carrier di bagian belakang atas bis, terus kami duduk di bangku belakang, busnya ber-AC. Pas bayar tiket ternyata harga busnya pun bagus, 20.000, haisshh. Padahal di luar sana pasti banyak yang lebih murah, nggak ada AC juga nggak apa-apa dah kami sih. Tapi ya gimana udah terlanjur naik hahaha.
bis mahal haha
Lewatin tol Porong-Sidoarjo-Surabaya itu, kami sempet lewatin daerah lumpur lapindo, tapi kata Devin yang mudik ke Surabaya tiap tahun, kalau mau lihat lebih jelas harus turun dari kendaraan, liat dari pinggir jalannya. Gue menjulur-julurkan kepala gue ke kanan, soalnya kalau menurut peta, Sidoarjo ada di kanan jalan tol, tapi nggak kelihatan hehe.
Kami sampai di terminal Kota Surabaya alias Terminal Purabaya alias Terminal Bungurasih jam setengah 8, tepat satu jam dari Pasuruan. Satu jam aja abis 20.000 hahaha. Di situ kami sempat sarapan soto daging yang kalau gue pikir lebih mirip soto seledri pake daging dan nasi -___- Di terminal ini juga gue lihat banyak bis malam jarak jauh ke Jakarta, Tegal, Jogjakarta, Bali, Lombok, Sumbawa, dan sederet kota lain.
Kami tanya ke petugas informasi tentang bis ke Gubeng, katanya nomor A2 *kalau nggak salah, pokoknya depannya A* sambil ditunjukkin jalur tempat bis ke Gubeng. Kami jalan ke jalur itu, gue liat bagian depan bisnya, cuma ada huruf A, tapi ada tulisan Gubengnya. Kami naik bis itu, masih lumayan kosong. Kami ambil tempat duduk paling depan di belakang supir biar gampang turunnya. Kata kakek yang duduk di bangku sebelah kami, ongkos ke Gubeng 4.000. Kakek itu ngajak kami ngomong Bahasa Jawa, nah kan pada nggak ngerti. Bahasa Jawa gue juga kan cuma sekedar ‘neng ndi?’ ‘ora gelem’ ‘wes muleh’ ‘wes turu’, semacam dua kata yang digabungkan, sudah, selesai hahaha.
Bis menuju Stasiun Gubeng berangkat jam setengah 9 kurang. Kami keluar dari Terminal Bungurasih dan membelah Surabaya – padahal mah cuma daerah situ doang. Melihat jalanan Kota Surabaya, entah kenapa gue suka banget, bersih, rapi, nyaman, dan kotanya terasa ramah buat gue. Ih jadi seneng, jadi jatuh cinta sama Kota Surabaya :D
Stasiun Surabaya Gubeng
Jarak Stasiun Surabaya Gubeng dari Terminal Bungurasih ternyata nggak jauh-jauh amat, jam 9 kami udah sampe di depan stasiun. Tetoot! Keretanya jam 2, artinya kami harus menunggu selama 5 jam di sana. Tau gitu ngaso-ngaso dulu di mess haha. Berkat sistem kereta api jarak jauh dan menegah yang baru ini, yaitu sistem boarding, penumpang baru boleh masuk kalau udah mendekati jam keberangkatan. Artinya lagi, kami terpaksa nunggu di luar stasiun. Inginnya sih jalan-jalan, liat-liat Kota Surabaya, tapi bingung ini loh para gelundungan carrier kalau dibawa-bawa kan lumayan :| Udah gitu rombongan Kampala juga belum nampak satu orang pun. Jadi selama sekitar satu jam, kami bertiga cuma duduk-duduk dan baca koran di depan stasiun.
Sekitar jam setengah 11 Imam dapet kabar kalau rombongan Kampala lagi di jalan menuju Gubeng dengan naik kereta. Nggak lama, temennya Resti yang namanya Mince dan kebetulan lagi di Surabaya datang nyamperin kami di stasiun. Kata Mince di deket situ banyak tempat yang bisa dikunjungi, tapi tetep aja kami bingung bawa carrier muter-muter kota kan berat *kenapa jadi manja gini haha*.
Akhirnya kami main ke salah satu taman yang ada di deket stasiun. Tamannya taman untuk lansia, jalanan sepanjang taman berupa batu yang muncul-muncul, persis sandal yang katanya bisa mijit kaki itu haha. Kami jalan kaki ke sana, lumayan sih, nggak deket-deket amat, tapi entah kenapa gue merasa keren ehehe. Bawa-bawa carrier di tengah kota, kayak bule-bule gitu kan ceritanya. Udah gitu semua mata tertuju pada kami. Kalau kata Resti sih, “Kalau di Malang, liat yang bawa carrier, orang-orang pada biasa aja soalnya emang ada Semeru. Kalau di Surabaya pada bingung kali ya, gunung apaan yang ada di sini haha.”
centre of attention hihi
Sepanjang jalan dari stasiun ke taman, ada beberapa gedung perkantoran, salah satunya menarik perhatian kami banget. Di atasnya itu ada kayak patung liberty kecil dan berwarna cokelat. Gue nyeletuk, “Wah, kita udah jalan sampe Amerika aja.” Hahaha lucu nggak? Nggak ya? Yaudah nggak apa-apa. Apaan ih Nunu ga jelas hahaha.
Statue of Liberty hahaha
Kami numpang ngadem di taman itu sampe jam setengah 1. Ngobrol-ngobrol soal naik gunung, soal Dieng, foto-foto, terus beli es cincau gitu, laper mata dan haus juga sih sebenernya. Es cincau-nya ini beda sama yang biasa gue minum. Biasanya cincaunya kan segelondong warna ijo gitu, kalau yang ini semacam di serut gitu, jadi cincaunya kayak parutan wortel yang kecil-tipis-panjang. Selain itu warnanya juga nggak ijo, lebih mirip warna cokelat.
Jam setengah 1 lewat kami jalan balik ke Stasiun Gubeng. Tempat kami duduk tadi udah penuh sama orang-orang, jadi kami ke lantai tinggi di pinggiran stasiun. Nggak lama kami nyampe, rombongan Kampala bermunculan, hello guys! :D Mereka nyamperin kami dan menyerahkan carrier-carrier mereka ke space kosong di belakang Imam. Gue mendadak pengen pipis, jadi jalan balik lagi ke arah taman lansia tadi, di Pos Polisi deket stasiun ada mushala. Pas gue sama Resti jalan ke mushala, Geri sama Dei jalan lewatin kami. Geri bilang, “Nu, tas ditutup tuh.” Oh iya ternyata tas stroberi unyu gue kebuka. Gue masih riweuh nutup tas, Dei nanya, “Di sini ada Indomaret atau warung gitu ga?” Dan mereka lewatnya satu-satu, udah kayak giliran aja -___-
Balik lagi ke stasiun, udah diperbolehkan masuk. Gue, Resti, sama Imam langsung siap-siap, manggul carrier. Geri sama Dei belum balik-balik dari nyari Indomaret, jadi kami bertiga masuk duluan, Mince pun pulang. Kami masuk ke ruang tunggu, lumayan penuh, kami duduk di kursi yang agak jauh dari pintu peron.
Sampe sekitar jam setengah 2 lewat, kereta Gaya Baru Malam kami belum juga muncul. Imam sempet beli roti cane, kelaperan dia. Jam 2 kurang 15 serangkaian gerbong kereta yang kalau nggak salah menuju Bandung tiba. Di antara penumpang yang berdesakan menuju pintu peron, di bagian samping rombongan ada dua orang ber-carrier, satu cewek, satu cowok. Imam sempet nanya mereka dari mana, katanya dari ayang gue yang lain alias Rinjani hahaha. Tapi kok seinget gue, gue nggak denger Imam nanya deh, tau-tau Imam bilang mereka dari Rinjani dan bertiga juga, satu temennya naik kereta yang berbeda sama mereka berdua. Aah Jani, aku kangen loh sama kamu hihihi tapi aku nggak mau naik kamu lagi, capeee hahaha.
Sekitar 5 menit sebelum jam 2, kereta kami akhirnya datang. Kami langsung naik ke rangkaian. Gue sama Resti ditinggal para lelaki yang mau taruh carrier di bagasi atas duluan biar dapet tempat. Sempet bingung nyari gerbongnya yang mana, ternyata walaupun kami kebagian gerbong 5, posisi gerbong kami nggak jauh dari lokomotif. Jadi rangkaian kereta kami ini ada kelas ekonomi biasa sama ekonomi AC, yang dibatasi sama gerbong makanan. Urutannya gue nggak paham, pokoknya gerbong kami itu gerbong kedua setelah lokomotif.
Nggak lama kami duduk keretanya langsung berangkat, kalau nggak salah tepat jam 2 deh. Sip, berangkatnya on time lagi, tapi entah deh tiba-nya haha. Kami bersembilan duduk di bangku dekat perbatasan antargerbong, lima bangku di kanan, empat bangku di kiri, jadi pas.
Lima bangku di kanan ditempatin sama Kampala. Gue, Resti, sama Imam duduk di kiri, kursi gue dihuni secara bergantian sama satu anak Kampala, yang nggak duduk sama gue cuma Geri sama Ciwa hahaha. Mereka kan suka keluar-keluar terus duduk di perbatasan gerbong buat ngerokok, jadi pas balik lagi bangku yang berlima lagi penuh. Pertama Dea yang duduk sama gue karena emang tiket dia bangku yang berempat. Terus mereka semua keluar, dari situ gantian terus, Dei duduk sama gue, ada yang keluar, Dei pindah. Terus Deden duduk sama gue, sempet tidur tuh, agak lama dan sempet minta foto juga, terus ada yang keluar, lama-lama Deden pindah juga. Nah dari Magrib sejak Deden pindah, gue tidur, pules kayaknya. Bangun-bangun, eh kok sempit amat space duduk gue, ternyata Gembol duduk di sebelah gue dan lagi tidur dan dia boros banget posisi tidurnya -___- Imam tidur di bawah lagi, yang lain juga pada tidur, gue tidur lagi walaupun sempit :|
Di kereta ini, pedagang nggak masuk-masuk kayak di Matarmaja kemarin, tapi jualan di ujung gerbong. Resti yang sejak di Surabaya ngidam pecel Madiun kesampaian ngidamnya di Stasiun Mojokerto apa di mana gitu ya, ada yang jual pecel, kami beli enam, seorang satu hahaha. Kereta Gaya Baru Malam ini juga lewat jalur selatan, sedangkan waktu berangkat kami lewat jalur utara. Jadi semacam keliling-keliling Pulau Jawa, jadi gue memanggil perjalanan ini Tour de Java hehehe.
Perjalanan pulang ini gue lebih banyak tertidur daripada terjaga, mungkin capek kali ya. Yang jelas, bye-bye baby Meyu, bye-bye Lumajang, bye-bye Malang, bye-bye Pasuruan, bye-bye Surabaya, and bye-bye East Java. We’re welcoming you, Jakarta, and soon, Bogor.

No comments:

Post a Comment